Juga pada surat al-Maidah ayat 73:
لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَـهٍ إِلاَّ إِلَـهٌ وَاحِدٌ وَإِن لَّمْ يَنتَهُواْ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih." (TQS. al-Maidah: 73)
Kelima, Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar mereka mengakui Isa dan ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab "tidak". Hal itu berdasarkan atas al-Quran surat al-Maidah ayat 116 - 118:
وَإِذْ قَالَ اللّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنتَ قُلتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَـهَيْنِ مِن دُونِ اللّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِن كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلاَ أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلاَّ مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنتُ عَلَيْهِمْ شَهِيداً مَّا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنتَ أَنتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
"Dan (Ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah Aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). jika Aku pernah mengatakan Maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan Aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib". Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah Aku menjadi saksi terhadap mereka, selama Aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang Mengawasi mereka. dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (TQS. al-Maidah: 116-118)
Keenam, Islam mengajarkan bahwa Allah Swt. itu hanya satu, berdasarkan atas al-Quran surat al-Ikhlas:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ
"Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (TQS. al-Ikhlash: 1-4)
Ketujuh, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah Swt. serta mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan. Hal ini berdasarkan atas Hadits Nabi Saw. dari Nu'man bin Basyir:
"Sesungguhnya apa-apa yang halal itu telah jelas dan apa-apa yang haram itu pun telah jelas, akan tetapi diantara keduanya itu banyak syubhat (seperti halal, seperti haram) kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat itu. Barang siapa memelihara diri dari yang syubhat itu maka bersihlah agamanya dan kehormatannya, tetapi barang siapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia telah jatuh pada yang haram, semacam orang menggembalakan binatang makan di daerah larangan itu. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang diharamkan-Nya (oleh karena itu hanya haram jangan didekati)." Dan berdasarkan kaidah ushul fiqh: "Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahatan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan masholihnya tidak dihasilkan." (Hadits Dari Nu'man bin Basyir)
Berdasarkan hal tersebut para 'ulama di Indonesia yang mukhlish melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI), melalui komisi fatwanya, yang diketuai oleh K.H. M. Syukri G. dan sekretarisnya Drs. H. Mas'udi di Jakarta pada 1 Jumadil Awal 1401 H atau bertepatan dengan 7 Maret 1981 memutuskan dan memfatwakan, bahwa:
1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa As. akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal di atas.
2. Mengikuti upacara Natal Bersama bagi umat Islam hukumnya haram.
3. Agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Swt. dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.
Dengan demikian sangat jelas, keharaman bagi siapa saja kaum Muslim termasuk di dalamnya para tokoh dan pejabat negara haram untuk duduk bersama dalam perayaan Natal Bersama. Lalu mengapa masih ada diantara kaum Muslim yang malah ikut dalam perayaan Kristiani tersebut? Berpaling dari petunjuk di atas berarti berpaling dari ayat-ayat Allah dan merupakan perbuatan penentangan terhadap Allah Swt. yang telah menciptakan alam semesta raya ini. Hanya siksaan yang pedih yang akan menimpanya, naudzu billahi min dalik. Semoga kaum Muslim senantiasa diberikan kekuatan untuk menerima kebenaran dan dijauhkan dari kezaliman. Amin.